RSIAMALSEHAT.COM-Sragen Problema besar kita hari ini adalah adanya penyakit hati. Berbagai macam ancaman penyakit hati, seperti: sombong, iri, dengki, riya’, bakhil, ‘ujub apabila tidak segera disadari oleh si pemilik hati akan bertambah parah dan menjadikan sikap dan perilaku seseorang menjadi jauh dari tuntunan Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadist). Oleh karenanya, sebagai umat Muslim kita dituntut untuk senantiasa melakukan “ta’ziah an-nafs” guna mengeksplorasi diri untuk mengetahui tanda-tanda kematian hati agar segera bisa kita perbaiki. Dikutip dari buku Spiritual Problem Solving: Jangan Kalah oleh Masalah karangan Solikhin “Zero to Hero” dan Puji Hartono, Rabu (13/1/2016), berikut ulasan mengenai 16 ciri kematian hati yang harus dihindari ketika seseorang sedang menghadapi masalah.
1. Hati yang keras dan kasar
Pernah merasakan sulit dinasihati? Kasar tak mau mendengar dan marah tanpa sebab hanya karena dipicu oleh perkara sepele. Seperti batu keras, air tidak ada yang dapat merembes. Sekadar menempel, sesaat. Kebaikan tak mempan. Amalan tak berkesan. Nasihat tak menyadarkan. Allah Ta’ala menggambarkan,
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi...(Q.s. al-Baqarah [2]: 74)
2. Malas yang bikin lemas
Rasa ingin bersantai-santai, menunda-nunda atau berlambat-lambat dalam beramal. Punya utang, malas membayar. Punya tugas kuliah, malas mengerjakan. Fisik yang baik tapi malas mandi. Masuk waktu shalat malas beranjak.
Rasulullah SAW bersabda,
Barang siapa amalnya selalu terlambat, maka nasabnya tidak akan dapat menyempurnakannya. (H.R. Muslim)
Orang yang malas sesungguhnya menunjukkan rendahnya tanggung jawab, miskinnya inovasi, lemahnya motivasi, buruknya jati diri, dan keroposnya iman. Yang lebih bermanfaat adalah “long life education” sebagai cara untuk merawat sampai tamat, yakni dengan “tarbiyah dzatiyah” alias pembelajaran mandiri secara kontinyu.
3. Tidak tekun dan sungguh-sungguh dalam kebaikan dan ibadah
Ketika problema melanda, rasakan dan lihat. Kurang perhatian dan semangat. Tak ada gairah dalam melangkah. Shalatnya sekadar gerakan, bacaan, berdiri dan duduk tanpa ruh sedikit pun. Baca Qur’an hanya sampai kerongkongan. Zikir dan berdoa tak betah berlama-lama.
4. Dada sempit seperti mendaki ke langit
Gersang, gelisah, sakit, was-was. Takut kehilangan uang, jabatan, popularitas, citra, dan apa yang ada dalam genggamannya. Serasa ada beban berat menghimpit. Terengah-engah kelelahan dan sering mengeluh.
5. Ayat Al-Qur’an tak menggetarkannya
Diantara tanda keimanan itu adalah “wujulul qalbi” saat disebutkan asma Allah dan bertambah imannya-“zaadathum iimaanan”- saat dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an. Ini musibah dan problem besar ketika kita tidak lagi terpengaruh oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung ancaman, tuntutan, larangan atau tentang peristiwa kiamat.
6. Kematian tidak menyadarkan
Ingat mati hidup lebih berarti. Masalahnya adalah bila hati telah kehilangan kepekaan, musibah dianggap biasa, sama sekali tak menyentuh jiwa. Kisah ruhaniyah tak bisa menggugah. Menyaksikan orang mati, mengusung jenazah atau menguburkannya di liang lahat, sedikitpun tidak ada pengaruh pada dirinya. Inilah mati sebelum mati, innaa lillaahi wa innaa ilayhi raaji’uun.
7. Cinta duniawi dan takut mati
Kecintaannya terhadap kesenangan duniawi senantiasa bertambah. Apabila melihat orang lain memperoleh kenikmatan dunia seperti harta, kedudukan, pangkat, rumah atau pakaian yang bagus dia merasa tersiksa dan menganggap dirinya gagal. Hingga timbul penyakit “hasad” dimana dia tidak ingin kenikmatan itu tetap ada pada saudaranya.
8. Menyiksa diri dengan rasa dengki
Pendengki senang merusak amalnya sendiri seperti cuka yang merusak madu, api yang membakar kayu bakar. Mendengki berarti secara sadar memasukkan racun ke dalam hati dan otak sehingga menimbulkan sensasi rasa benci terus menggelegak.
9. Kegelapan ruhiyah membekas di wajah
Hal ini dapat dirasakan oleh mereka yang memiliki ketajaman firasat dan memandang dengan Nur Allah. Setiap mukmin memiliki nur sesuai dengan kadar keimanannya, dia mampu melihat sesuatu yang tidak mampu diakukan orang lain.
10. Lupa yang keterlaluan kepada Allah
Sedikit pun dia tidak berdzikir dengan lisannya dan tidak juga ingat kepada-Nya. Padahal, dia selalu menyaksikan ciptaan Allah SWT. Astaghfirullahal’azhiim.
11. Berlebih-lebihan yang mencelakakan
“Berlebih-lebihan dalam satu hal akan menimbulkan kekurangan dalam hal yang lain.” Kebiasaan melampaui batas dalam perkataan dan perbuatan, dalam canda, dalam mengejek dan mengolok-olok menimbulkan konflik horizontal yang fatal. Berlebihan dalam mubah akhirnya terjerumus pada yang haram.
12. Lemahnya motivasi dari dalam
Menunggu orang lain yang memulai. Tak berani mengambil risiko. Tak berani memulai karena takut salah dan gagal. Sedikit ilmu dan kurang pembelajaran diri. Peluang kebaikan menjadi sangat terbatas, karena motivasi yang membatasi.
13. Terjebak paradigma konvensional
Banyak sekali pandangan sesat yang berkembang pesat. Misalnya: jujur ajur; harus ikut arus; ikut kebanyakan orang; jangan sok suci; dsb. Akibatnya, kita mudah menyerah, tidak berani berubah atau membuat gebrakan positif agar menjadi opini publik.
14. Menyandarkan amal pada figur tertentu
Bila sebuah organisasi atau amal disandarkan pada figur tertentu maka kebesaran amal dan organisasi hanya sebatas umur figur. Pembenaran melalui tokoh publik, padahal tidak selamanya benar. Apabila melihat cacat pada figur dan kecacatan itu juga ada pada dirinya, ia jadikan justifikasi alias pembenaran kesalahan.
15. Kurang membuka diri dan miskin motivasi
Problem besar kita adalah kebiasaan memendam masalah jadi dendam. Tidak mau mengomunikasikan secara positif. Hendaknya kita menyelesaikan masalah dengan keterbukaan, nasihat yang bijak. Memendam masalah ibarat merawat penyakit dan memelihara rasa sakit bukan menyembuhkan.
16. Tidak mampu melihat dan memanfaatkan momentum
Hal ini terjadi karena tidak adanya perencanaan dan prioritas kerja yang jelas. Sering menyibukkan pada hal-hal yang kurang bermanfaat. Membicarakan masalah yang tak berguna. “Orang yang tidak menyibukkan dalam kebaikan niscaya ia disibukkan dalam keburukan.”
SIKAP MENGHADAPI MASALAH
“Pribadi kita ibarat air yang bening, adapun masalah ibarat tangan yang menyibakkannya”. Begitulah manusia saat mendapat masalah, menerima musibah, ditimpa bencana akan tampaklah pribadi aslinya. Oleh karenanya kita harus menghadapi masalah dengan cara yang positif, sebagai berikut:
1. Nasihatilah diri dengan keyakinan “pasti ada jalan.”
2. Milikilah tekad untuk terus melangkah di jalur yang tepat. Jalan terus, pantang mundur, jangan ragu tetaplah dijalur yang Anda yakini.
3. Jadilah garam yang pemurah, memberi rasa meski tak pernah kelihatan
Ada apa dengan garam? Kuman-kuman beracun dan bakteri pembusuk tidak akan dapat tumbuh pada lingkungan bergaram. Para pelaku kerusakan tidak akan bisa tumbuh mengangkat kepala dan merusak dalam lingkungan penyeru kebaikan, pencegah kemngkaran. Garam adalah pengawet. Begitupun para penyeru kebaikan bertugas mengawetkan orisinalitas nilai.
4. Jangan menjadi orang yang bakhil
Orang yang bakhil merugikan dirinya dengan banyak melakukan keburukan. Punya harta, ditumpuk jadi hiasan. Punya ilmu tidak disebarkan. Berpengalaman, enggan menyebarkan. Punya waktu, tidak disyukuri untuk kemanfaatan. Siapa orang yang paling bakhil? Dialah yang tidak sungguh-sungguh melakukan kebaikan yang terbaik terhadap diri sendiri dan orang yang paling zalim adalah orang yang menzalimi diri sendiri dengan berbuat maksiat kepada Allah SWT.
5. Melakukan banyak kebaikan kepada orang lain
Melakukan kebaikan harus diiringi dengan ketulusan tanpa mengharap balasan dan imbalan. Saat kita membahagiakan orang lain sesungguhnya kita sedang membahagiakan diri. Inilah sensasi pahala penuh barokah. Berbahagialah, karena tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah. Engkau mulia karena kebaikanmu dan bukan karena orang yang memuliakanmu.
Sumber:
Solikhin, Puji Hartono dan Yusuf Maulana (Eds). 2010. “Spiritual Problem Solving: Jangan kalah oleh masalah”. Yogyakarta: Pro-U Media.
Sumber Berita: http://rsiamalsehat.com/web/berita-waspada-16-tandatanda-kematian-hati.html#ixzz4teQbtzi5
Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial No Derivatives