Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran (HKTP) Sedunia “International Ear Care Day" diselenggarakan setiap tanggal 3 Maret. Ditetapkan pada Konferensi Internasional dalam Rehabilitasi dan Pencegahan Kerusakan Pendengaran di Beijing, Cina tahun 2007, bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dan mempromosikan kepedulian telinga dan pendengaran di seluruh dunia. Setiap tahunnya, ada tema khusus yang diangkat dalam perayaannya oleh WHO dan rekan, seperti pada tahun 2014, temanya adalah “Ear Care Can Avoid Hearing Loss”. Bersamaan dengan ini, WHO merilis data dari ”WHO Multi Center Study”. Negara-negara dari belahan dunia yang terlibat dalam acara ini, yakni: Bahrain, Bangladesh, China, Kolumbia, Kongo, Guatemala, Guinea, Indonesia, Kenya, Kuwait, Lesotho, Madagaskar, Nikaragua, Nigeria, Peru, Qatar, Rwanda, Seychelles, Sri Lanka, Swaziland, Tanzannia dan Zambia. Pada tahun 2015, WHO mengusung tema “Make Listening Safe”. Tema ini diangkat karena meningkatnya jumlah kasus gangguan/ ketulian disebabkan oleh kebisingan yang mengancam 1,1 milyar remaja dan generasi muda diakibatkan oleh penggunaan alat audio personal yang tidak aman, seperti smartphones, dan suara melebihi batas aman yang terdapat pada tempat-tempat hiburan seperti: klub malam, bar, dan tempat-tempat pertandingan olahraga. Gangguan/ kehilangan pendengaran ini bisa berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental, pendidikan dan pekerjaan.
Pada tahun 2016 ini, tema yang diangkat adalah Chilhood Hearing loss; act now, here is how! Tema yang diangkat tahun ini adalah peduli dan melakukan aksi nyata dalam kasus gangguan pendengaran/ ketulian pada anak-anak.
Data WHO mencatat angka gangguan pendengaran sangat memprihatinkan. Pada tahun 2000 terdapat 250 juta (4,2%) penduduk dunia yang menderita gangguan pendengaran dan lebih kurang setengahnya (75-140 juta) terdapat di Asia Tenggara. Dari hasil "WHO Multi Center Study" pada tahun 1998, Indonesia termasuk empat negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan India (6,3%) (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian, 2006).
Berdasarkan penjelasan Dr. Saifuddin Ali Anwar dalam suaramerdeka.com, Menurut WHO, saat ini diperkirakan ada 360 juta (5,3%) orang di dunia mengalami gangguan cacat pendengaran. Berdasarkan data tahun 2005 s/d 2014 gangguan pendengaran terus meningkat oleh berbagai penyebab.
Perinciannya 365 juta orang (5,3%) menderita gangguan pendengaran, 328 juta (91%) di antaranya adalah orang dewasa (183 juta lakilaki, 145 juta perempuan) dan 32 juta (9%) adalah anakanak. Prevalensi gangguan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi gangguan pendengaran pada orang di atas usia 65 tahun bervariasi dari 18 sampai hampir 50% di seluruh dunia, dan 75 – 140 juta di antaranya terdapat di Asia Tenggara.
Adapun pada bayi, terdapat 0,1 s/d 0,2% menderita tuli sejak lahir atau setiap 1.000 kelahiran hidup terdapat 12 bayi menderita tuli. Lebih Lanjut WHO mengungkapkan, diperkirakan 20% orang dengan gangguan pendengaran membutuhkan alat bantu dengar.
Data dari the UN health agency, mengatakan bahwa 360 juta orang menderita ketulian disebabkan oleh banyak faktor penyebab, seperti: kebisingan, faktor genetik, komplikasi saat proses kelahiran, penyakit infeksi tertentu, infeksi telinga kronis, penyalahgunaan drugs, dan faktor usia.
UPAYA PENANGGULANGAN
Menurut Dr Saifuddin Ali Anwar, dalam konteks upaya penanggulanggannya, Kementerian Kesehatan RI telah menyusun Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian.
Strategi pertama adalah membentuk Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (Komnas PGPKT) melalui SK Menkes Nomor 768 Tahun 2007. Tujuan pembentukan Komnas ini sebagai mitra pemerintah untuk menurunkan angka gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia.
Untuk itulah maka upaya sosialisasi terus ditingkatkan dan dilaksanakan guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan telinga dan pendengaran. Telinga sehat berawal dari telinga yang bersih, dan pendengaran yang baik berawal dari telinga sehat. Dengan kata lain, telinga yang bersih prasyarat telinga sehat dan pendengaran baik.
WHO mengatakan bahwa perawatan yang baik pada telinga berperan dalam mencegah ketulian, seperti: menghindari berada pada pusat-pusat hiburan dengan suara tinggi, memasukkan benda-benda tertentu ke dalam telinga seperti korek kuping, atau tangan untuk mengorek kuping. Program Screening telinga pada bayi dapat meminimalisasi berbagai dampak negatif pada tahap perkembangan anak.
Sumber:
1. Anwar, Saifuddin Ali. (2016). “Gerakan Sayangi Telinga Sehat”. 2 Maret 2016. http://berita.suaramerdeka.com/smcetak/gerakan-sayangi-telinga-sehat/
2. Tim Penulis WHO. (2014). “Prevention of blindness and deafness (PBD)”. 2 Maret 2016. http://www.who.int/pbd/deafness/news/IECD/en/
3. Tim Penulis WHO. (2014). “Prevention of blindness and deafness (PBD)”. 2 Maret 2016. http://www.who.int/pbd/deafness/news/IECD/en/index1.html